Kamis, 06 Desember 2012

Orangtua Idaman



Seklas dari judulnya mungkin orang akan mengira saya akan menulis tentang bagaimana orangtua idaman atau bagaimana tips atau trik menjadi orangtua idaman. Sayangnya, saya belum mau membahas tentang hal itu.

Saya cuma masih ingin menyampaikan tentang bagaimana orangtua merasa dirinya telah menjadi orangtua yang cukup bijak dan menjadi idaman untuk anak-anaknya. Kebanyakan orantua di Indonesia, merasa cara pendekatan mereka kepada anak-anaknya adalah pendekatan yang terbaik. Pengalaman saya men-survei dengan wawancara, kebanyakan orantua merasa menjadi ibu adalah naluri sehingga pasti akan dan selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anak mereka.

Benarkah menjadi orangtua idaman adalah naluri bawaan?

Saya membaca buku, mengamati, men-survei dan mencoba menyimpulkan serta menganalisa tentang cara pikir para orangtua. Ternyata kebanyakan mereka merasa “sudah” memberikan yang terbaik untuk anak mereka. Benarkah itu yang dirasakan oleh para anak? Kalau ada survey tentang “guru idaman” dari siswa untuk para guru dan pendidiknya, maka sebaliknya, saat ini anak yang harus ditanya, seperti apa maunya mereka hingga mereka bisa senang, bersemangat, belajar dengan senang dan hebat dalam menghadapi kehidupan.

Orangtua ternyata lebih banyak “merasa paling tau” tentang anaknya dan “merasa lebih paham” masa depan anaknya sehingga jarang bahkan tidak memberi kesempatan untuk anak untuk membuka pikirannya, mengemukakan pendapatnya, dan mengambil keputusan olehnya sendiri untuk masa depannya.

Orangtua seolah berkata “terserah” tapi memaksakan arahnya. Kalau pun sikap itu tidak dilaksanakan oleh si anak, maka orangtua pun akan menganggap anak itu salah,kurangajar, tidak patuh, anak nakal dan banyak istilah negative yang mereka canangkan untuk anak mereka sendiri.

Beranjak dewasa, sia anak pun tanpa sadar membawa sikap yang sama yang dia mainkan di masyarakat. Ketika perbedaan muncul di masyarakat, mereka sudah menganggap perbedaan dari oranglain itu suatu hal yang sesat, salah dan kurang ajar. Istilah yang mereka dapat ketika orangtuanya merespon sikap beda mereka ketika masih kanak-kanak.

Intinya, pribadi seseorang yang memaksakan kehendak, adalah besar pengaruh dari keluarga yang menekan dan memaksakan kehendak dan pendapatan mereka yang paling benar. Sisi keluarga yang lain,ada yang  menerapkan pemujaan terhadap tahapan raja alias memperlakukan sebagai raja/ ratu hingga masa dewasa pun akan membawa mereka ke pribadi yang sesuai kehendak.

Sekali lagi saya garis bawahi bahwa orang tua yang bijak adalah yang tepat bersikap dan merespon anak-anaknya sesuai yang mereka butuhkan.

Saya masih memegang rumus paling jitu dari orang-orang sukses yang membangun mental kuat pada anak di usia tahap 7 tahun pertama dengan memperlakukan anak selayaknya raja, memperlakukan seperti tawanan perang pada masa tahap 7 tahun keduanya dan memperlakukannya sebagai sahabat pada tahapan 7tahun ketiga dan seterusnya.

Tahap pertama, anak akan mengenal dirinya dan citra diri yang positif serta semangat belajar yang bagus. Mereka pada masa itu akan pesat untuk berkembang dan menemukan cara belajarnya yang paling cocok untuk mereka. Mereka pun akan berkembang kepercayaan diri dan hidup tanpa rasa ragu alias mantap dengan keputusannya. Mencintai ilmu pengetahuan dan bisa tau cara belajarnya yang paling cepat dan tepat sehingga mereka bisa belajar dengan cepat hal-hal baru yang mereka butuhkan dalam kehidupannya. Orangtua yang terlalu memaksakan suatu aturan pada tahap usia ini, justru malah akan berakibat negative terhadap perkembangan mentalnya.

Tahap 7 tahun kedua, perlakukan anak seperti tawanan perang. Perlakukan mereka dengan baik, tapi beri mereka pemahaman bahwa kebebasan yang diberikan mengandung konsekuensi dan akibat. Mental yang telah dibangun pada tahap pertama yang membuatnya penuh percaya diri dan semangat belajar yang tinggi, akan lebih membuatnya imbang menyikapi. Dunia yang memiliki aturan main dan keseimbangannya, harus diikuti peran anak untuk untuk menyesuaikan dan memahami harus bagaimana dia bersikap. Perlakuan yang kebablasan dalam menekan, seringkali karena orangtua terlalu banyak merasa tau akan aturan yang ada di dunia lebih dulu ketimbang anak-anak sehingga meremehkan anak-anak dalam memandang dunia. Pastinya, sebagai orangtua pun, tidak suka bila pendapatnya disanggah. Sebenarnya anak-anak tidak ingin mendebat saran dan nasehat orangtua, melainkan keingintahuannya perlu mendapat jawaban yang memuaskan. Sehingga masa tahap kedua ini, tetap peran orangtua adalah mengendalikan dirinya sendiri untuk menahan dari menggurui mereka agar anak-anak dapat terus berkembang kepribadiannya.

Mereka jadi mengetahui bahwa mereka hidup di dunia yang memiliki sistem nilai dan aturan. Dunia ini penuh pelajaran yang menyenangkan tapi juga memiliki aturan untuk dimainkan. Semua bisa bersenang-senang bermain dan belajar dalam kehidupan, tapi harus sadar bahwa ada aturan main yang harus dipegang. Analisa salah benar, baik buruk dan sebab akibat harus harus dipaparkan dan dipahamkan kepada mereka untuk mereka belajar. Mereka akan paham bahwa dunia ternyata punya reward dan punishment dalam kehidupan. Benar-benar hidup adalah permainan dimana didalamnya terdapat aturan dan sistem yang memberi banyak kesempatan dan keleluasaan untuk berperan atau bermain, tapi juga terdapat konsekuensi-konsekuensi. Mental yang penuh percaya diri pun dapat terkendalikan sehingga tidak sampai pada sikap sombong dan angkuh dalam berkehidupan.

Tahap ketiga adalah memperlakukannya sebagai sahabat. Perlakukan ini adalah memberikannya kepercayaan atas citra diri mereka dan mengerti tentang dunia yang mereka hadapi. Masa kematangan yang sebenarnya mereka sudah siap menghadapi keberagamana dunia dan warna dari lika liku dunia. Seringkali orangtua terlalu menikmati proses pada tahap kedua yang menekan dan banyak memberi aturan-aturan sehingga anak justru merasa tertekan atau akibat buruknya adalah menghindari orangtua atau tidak merasa kenyamanan bersama orangtua.

Bila pada tahapan ketiga ini orangtua masih memperlakukan seperti masa pertama, maka bisa jadi dia akan menjadi anak yang suka menang sendiri atau bahkan kaget dengan dunia yang ternyata tidak seperti yang dia inginkan. Anak dengan pola diperlakukan raja yang kebablasan malah memberi mental kurang mandiri atau egois. Bila selama ini tidak diajari kerja keras bahwa dunia memang butuh kerja keras, maka hidupnya penuh ketergantungan dan tidak mudah yakin dengan keputusan yang diambilnya.  Demikian pula jika orangtua memperlakukan seperti pada tahapan kedua yaitu sebagai tawanan, bisa jadi justru merasa tertekan dan memilih untuk menghindar dari perbedaan pendapat dan relatif suka menuntut keinginannya diikuti.

Masa tahap tujuh ketiga ini adalah masa untuk anak dewasa. Mereka sudah tau mana yang baik maupun mana yang buruk. Anak sudah menjadi pribadi yang matang dan siap menghadapi kehidupan dengan segala warna, perbedaan dan liku-likunya.

Semua tahapan saling berkaitan dalam membangun mental, citra diri, pemahaman dan bijaknya mereka dalam menempatkan diri dalam suatu keadaan maupun lingkungan.

Saya tidak pernah bosan untuk menyampaikan ini karena, masa-masa mereka berkembang sangat penting dan berpengaruh pada masa depannya, caranya bersikap dan mengambil keputusan sekaligus mempengaruhi pula cara generasi mereka selanjutnya. Jangan pernah menyepelekan tentang kualitas diri seorang anak. Mereka bisa sangat hebat tapi juga bisa menjadi sangat jahat. Hati-hati memperlakukan mereka. Bisa jadi sikap Anda saat ini terhadap anak atau oranglain adalah penentu arah suatu zaman yang penuh kehebatan, kebaikan dan kebahagiaan atau justru penuh kejahatan dan penderitaan. Semoga kita semua lebih bijak dalam bersikap.



Salam pembelajar

Onish Akhsani


Tidak ada komentar:

Posting Komentar